Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya

Memahami Perceraian dalam Islam: Pengertian, Dasar Hukum, Jenis, dan Syaratnya

Apa Itu Perceraian dalam Islam?

Perceraian dalam Islam, atau yang dikenal dengan istilah talak, adalah pemutusan hubungan pernikahan antara suami dan istri yang sah menurut hukum agama dan negara. Dalam syariat Islam, talak diperbolehkan namun tidak dianjurkan, karena pernikahan adalah ikatan suci yang idealnya dijaga hingga akhir hayat.

Islam memperbolehkan perceraian sebagai solusi terakhir ketika konflik dalam rumah tangga tidak dapat diselesaikan meskipun telah diupayakan berbagai cara.


Dasar Hukum Perceraian dalam Islam dan Negara

Dasar Hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadis)

Islam mengatur perceraian secara jelas dan terperinci dalam beberapa ayat Al-Qur’an, antara lain:

  • Surah Al-Baqarah ayat 229–230
    “Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik…”

  • Surah At-Talaq ayat 1–7
    “Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka ceraikanlah mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar), dan hitunglah waktu iddah itu…”

⚖️ Dasar Hukum Negara (Undang-Undang Perkawinan di Indonesia)

Di Indonesia, perceraian juga diatur dalam hukum positif yang berlaku bagi seluruh warga negara, yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    • Pasal 38 menyebutkan bahwa perkawinan dapat putus karena:
      a) Kematian,
      b) Perceraian,
      c) Putusan pengadilan.

    • Pasal 39 ayat 1 menyatakan:
      “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.”

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

    • Mengatur lebih rinci tentang pelaksanaan perceraian, termasuk prosedur, tata cara pengajuan gugatan cerai, dan syarat administratifnya.

  3. Kompilasi Hukum Islam (KHI)

    • Merupakan pedoman bagi Pengadilan Agama dalam menangani perkara pernikahan umat Islam.

    • Dalam KHI, Pasal 114 menyebutkan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama.


Hukum Perceraian dalam Islam

Islam membagi status hukum perceraian menjadi lima jenis, tergantung pada konteksnya:

  • Wajib: Jika kehidupan rumah tangga menimbulkan bahaya atau tidak sesuai syariat.

  • Sunnah: Jika istri tidak menjalankan kewajiban secara terus-menerus, dan perbaikan tidak berhasil.

  • Mubah: Jika suami istri sepakat bercerai tanpa paksaan.

  • Makruh: Jika perceraian dilakukan tanpa alasan jelas.

  • Haram: Jika perceraian dilakukan secara zalim atau bertujuan menyakiti pihak lain.


Jenis-Jenis Perceraian

Dalam hukum Islam dan negara, perceraian dibagi menjadi dua bentuk utama:

  1. Cerai Talak

    • Perceraian yang diajukan oleh suami. Suami menyampaikan ikrar talak di hadapan hakim Pengadilan Agama.

  2. Cerai Gugat

    • Gugatan cerai yang diajukan oleh istri, karena merasa haknya tidak dipenuhi atau mengalami ketidakadilan dalam pernikahan.


Syarat Sah Perceraian

Agar perceraian sah secara agama dan diakui secara hukum negara, syarat-syarat berikut harus dipenuhi:

  • Talak tidak boleh diucapkan secara sembarangan, apalagi dalam keadaan emosi atau paksaan.

  • Harus melalui persidangan di Pengadilan Agama.

  • Diajukan dengan alasan yang sah, seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, penelantaran, atau pertengkaran yang terus menerus.


Pertimbangan Sebelum Mengambil Keputusan Bercerai

Perceraian seharusnya menjadi langkah terakhir ketika seluruh upaya untuk memperbaiki hubungan suami-istri telah gagal. Dalam Islam, suami dan istri dianjurkan untuk:

  • Bermusyawarah dengan kepala dingin

  • Mengikuti mediasi keluarga atau nasihat dari pihak ketiga

  • Menimbang dampak perceraian terhadap anak dan keluarga

Jika semua jalan damai telah ditempuh dan masalah tetap tidak terselesaikan, maka perceraian bisa menjadi jalan terbaik untuk menjaga kedamaian dan martabat kedua pihak.

Perceraian dalam Islam bukanlah sesuatu yang ringan. Meskipun diperbolehkan, keputusan untuk bercerai harus dipertimbangkan dengan matang, mengikuti prosedur yang sah, dan dilakukan dengan niat baik. Baik hukum agama maupun hukum negara Indonesia mengatur perceraian agar tidak menjadi sarana kezaliman, melainkan penyelesaian ketika ikatan pernikahan tak lagi bisa diselamatkan.


“Keadilan dalam perceraian bukan untuk memenangkan salah satu pihak, tetapi untuk memastikan bahwa tidak ada yang dizalimi dan hak tetap ditegakkan dengan hati nurani.”
— Islahul Abid, S.H., M.H.


Hubungi : 0821-3683-8453

Kantor Pengacara Islahul Abid, S.H., M.H. & Rekan
Cengkehan, Bantul, Yogyakarta
Hubungi kami melalui WhatsApp: 0852-9294-5525
️ Kami siap membantu Anda dengan layanan hukum perceraian yang profesional, empatik, dan sesuai syariat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

advokat

Previous article

Pengacara Kasus Hutang Piutang